Nuzulul Qur’an 1446H: Turunnya Al-Qur’an bagi Kemajuan Peradaban

Oleh: Dr. Abudzar Al Qifari, S.Pd.I, M.Pd.I
(Ketua Yayasan An Nawawi Islamic Boarding School Bantaeng, Dosen UIN Alauddin Makassar)

Hadirin jemaah salat Tarwih yang berbahagia,
Sebagai pembuka, khatib ingin mengingatkan kita semua untuk senantiasa meningkatkan takwa dengan mematuhi segala perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya, seraya meneladani Baginda Nabi Muhammad saw sebagai penyampai risalah dan teladan sempurna, agar kita kelak dipertemukan dalam kebahagiaan abadi di janah-Nya.
Jemaah yang dimuliakan Allah,
Al-Qur’an turun di tengah komunitas bangsa yang tidak cukup akrab dengan aktivitas baca dan tulis serta terkenal dengan kerusakan moralnya. Istilah “jahiliah” disematkan kepada bangsa Arab pra-Qur’an sebagai simbol atas peradabannya yang masih jauh dari idealitas sebuah bangsa yang bisa disebut sebagai bangsa yang memiliki peradaban yang maju.
Akan tetapi, turunnya Al-Qur’an dan bersamaan dengan amanah kenabian kepada Nabi Muhammad saw selama dua dekade lebih telah memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan bangsa Arab. Bahkan, peradaban di era hijrahnya Nabi Muhammad saw ke Madinah dijadikan sebagai teladan peradaban yang ideal dan masih terus dikaji hingga saat ini. Peradaban itu, saat ini, lebih dikenal dengan nama “masyarakat Madani”. Model peradaban yang kemudian membawa Islam menuju puncak kejayaannya di abad pertengahan.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa Al-Qur’an bisa menjadi sumber inspirasi bagi transformasi masyarakat Arab dari “jahiliah” (bobrok) menuju “tamaddun (berkemajuan)?
Sidang Tarwih yang dirahmati Allah,
Al-Qur’an secara bahasa berarti “bacaan atau membaca”, dan ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah saw berisi seruan membaca. Q.S. Al-‘Alaq: 1-5 diyakini oleh mayoritas ulama sebagai gugusan ayat pertama yang diturunkan Allah Swt kepada baginda Nabi Muhammad melalui Jibril. Turunnya kelima ayat ini tidak hanya menandai mulainya era kenabian (nubuwwah) Muhammad saw, namun juga membawa pesan fundamental tentang urgensi
membaca sebagai instrumen paling penting dalam proses pembelajaran manusia. Allah Swt berfirman:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Membaca sebagai instrumen utama dalam proses belajar merupakan tonggak utama untuk memahami substansi Al-Qur’an yang juga turun dengan visi-visi ideal kehidupan. Al-Qur’an membawa seperangkat aturan syariat yang memuat prinsip etis dari konstitusi agama yang ditujukan untuk memberikan kemaslahatan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Jemaah rahimakumullah,
Tujuan-tujuan substansial dari syariat ini kemudian dikenal dengan istilah maqāshid as-syarīah yang masyhur terdiri dari lima komponen utama yaitu hifzh ad-dīn (pemeliharaan agama), hifzh an-nafs (pemeliharaan jiwa), hifzh al-‘aql (pemeliharaan akal), hifzh an-nasl (pemeliharaan keturunan) dan hifzh al-māl (pemeliharaan harta).
Hadirin yang mulia,
Terkait dengan pemeliharaan akal, syariat Al-Qur’an memberikan panduan untuk menjaganya dari kerusakan sebab peran akal begitu sentral dalam aktivitas membaca dan belajar. Ayat-ayat yang berbicara tentang pelarangan mengonsumsi khamr (minuman keras) seperti yang termaktub dalam Q.S. Al-Maidah [5]: 91 yang memberikan penekanan bahwa konsumsi khamr merupakan bagian tindakan tercela yang sekaligus mengamini keinginan setan agar manusia saling bermusuhan dengan sesamanya serta menjauhkannya dari mengingat Tuhan dan beribadah. Allah Swt berfirman:

“Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (Q.S. Al-Maidah [5]: 91).
Kemudian, syariat Al-Qur’an juga menginginkan agar manusia mampu memelihara keturunannya dengan menitikberatkan pada upaya untuk menjaga otentisitasnya. Maka dari itu Al-Qur’an sangat mengecam zina, sebab menjadi sumber dari rusaknya harkat martabat manusia yang diakibatkan oleh ketidakjelasan nasab. Pada Q.S. Al-Isra’ [17]: 32, Allah Swt berfirman:

“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”
Selanjutnya, syariat Al-Qur’an juga menginginkan agar manusia mampu memelihara hartanya dengan baik melalui aturan hukum tentang tindakan pencurian harta, maupun melalui panduan mendapatkan harta yang baik. Sebagaimana pada Q.S. An-Nisa’ [4]: 29 yang menyamakan orang yang memperoleh harta melalui jalan yang tidak baik, sama halnya telah membunuh dirinya sendiri. Allah Swt berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Jemaah Tarwih hafizhakumullah,
Berdasarkan ulasan terhadap maqāshid as-syarīah yang dikandung oleh Al-Qur’an, sejatinya ada pesan terdalam yang bisa diambil selain dari pesan-pesan pemeliharaan yang telah disampaikan. Melalui hifzh ad-dīn (pemeliharaan agama), Al-Qur’an ingin membawa peradaban yang berlandaskan perdamaian dan harmonisasi sosial antarumat beragama, sehingga satu sama lain dapat saling bekerja sama tanpa mendiskriminasi satu sama lain. Dengan hifzh an-nafs (pemeliharaan jiwa), Al-Qur’an ingin membangun peradaban yang menjunjung kemanusiaan, peradaban yang memanusiakan manusia.
Kemudian, melalui hifzh al-‘aql (pemeliharaan akal), Al-Qur’an ingin agar manusia dapat memaksimalkan anugerah akal yang telah diberikan kepadanya sebagai instrumen yang sangat penting bagi upaya untuk menginisiasi kemajuan perabadan. Sebab tidak ada peradaban maju yang lahir tanpa optimalisasi fungsi akal. Dengan hifzh an-nasl (pemeliharaan keturunan), Al-Qur’an ingin manusia mengonstruksi peradaban yang tidak hanya maju jika dilihat dari sisi kognitifnya tapi juga moralitasnya. Dan terakhir, via hifzh al-māl (pemeliharaan harta), Al-Qur’an ingin manusia melahirkan peradaban yang memperhatikan laku etisnya dalam pengelolaan harta sebagai elemen krusial dalam kemajuan sebuah peradaban. Karena tidak ada peradaban yang maju tanpa disokong oleh kesejahteraan masyarakatnya.
Segenap visi peradaban ideal yang dibawa oleh Al-Qur’an itu tidak akan bisa dipahami tanpa aktivitas membaca sebagai aktualisasi proses belajar. Maka pada hakikatnya, hikmah turunnya Al-Qur’an bagi kemajuan peradaban ialah membawa umat Islam untuk senantiasa menjadi “manusia pembelajar”. Manusia yang terus berproses memahami dan menghayati Islam dalam setiap syariatnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan.
*Disampaikan dalam ceramah tarwih 17 Ramadhan di Masjid Hijratul Ummah, Perumahan Paccinongan Harapan